Siaga Bencana! Tiga Fase Kesiapsiagaan Wajib Menurut BNPB dan BMKG
KARTANEWS.COM, INDONESIA — Indonesia kembali menghadapi rangkaian bencana alam sepanjang bulan ini, mulai dari meningkatnya aktivitas Gunung Semeru hingga cuaca ekstrem yang diprediksi oleh BMKG. Di tengah ketidakpastian tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengingatkan bahwa kesiapsiagaan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga setiap keluarga di seluruh penjuru negeri.
Berdasarkan dari informasi yang dihimpun, BNPB menegaskan pentingnya membangun budaya siaga yang terstruktur dalam tiga fase utama, yaitu persiapan dini, respons cepat, dan pemulihan awal. Ketiga fase ini dianggap sebagai langkah kunci yang dapat meminimalkan risiko korban jiwa maupun kerugian material.
BNPB menjelaskan keselamatan sesungguhnya dimulai jauh sebelum bencana terjadi, yakni melalui perencanaan keluarga yang matang. Setiap rumah tangga dianjurkan memiliki Rencana Keluarga Tanggap Bencana yang memuat jalur evakuasi, titik kumpul aman, hingga siapa yang bertanggung jawab membawa anggota keluarga yang rentan.
Dalam fase persiapan ini, BNPB juga menekankan pentingnya Tas Siaga Bencana (TSB) yang disimpan di tempat yang mudah dijangkau. Tas ini berisi salinan dokumen penting yang dibungkus kedap air, logistik minimal untuk 72 jam pertama, serta alat komunikasi sederhana seperti senter, radio portabel, peluit, dan baterai cadangan. Keberadaan TSB disebut sebagai “penyelamat pertama” bagi keluarga sebelum bantuan resmi tiba.
Saat ancaman datang, kecepatan respons menjadi penentu tingkat keselamatan. BNPB dan BMKG mengingatkan kembali protokol dasar untuk sejumlah bencana yang paling sering terjadi di Indonesia.
Pada gempa bumi, masyarakat diminta segera melakukan prosedur Drop, Cover, and Hold demi mengurangi risiko cedera akibat benda jatuh. Untuk tsunami, evakuasi menuju tempat yang lebih tinggi harus dilakukan sesegera mungkin, terutama di wilayah pesisir, tanpa menunggu sirene atau informasi tambahan.
Dalam situasi banjir, masyarakat diminta menjauhi arus deras dan segera menuju lokasi lebih tinggi sambil memastikan aliran listrik dimatikan jika kondisi memungkinkan.
Sementara pada erupsi gunung api, penggunaan masker dan kacamata pelindung wajib untuk menghindari paparan abu vulkanik yang berbahaya bagi kesehatan. Protokol ini, menurut BNPB, harus dihafal seperti rutinitas harian karena setiap detik sangat menentukan saat bencana terjadi.
Setelah bencana utama mereda, masyarakat diimbau untuk tidak terburu-buru kembali ke rumah. Fase pemulihan awal merupakan periode rawan yang sering luput dari perhatian, padahal ancaman susulan seperti gempa tambahan, longsor, atau kebakaran akibat korsleting listrik masih sangat mungkin terjadi.
BNPB mengingatkan agar warga selalu memeriksa kondisi bangunan, instalasi listrik, hingga potensi kebocoran gas sebelum memasuki rumah kembali. Masyarakat juga diminta hanya mengakses informasi dari kanal resmi seperti BNPB, BMKG, dan BPBD setempat. Penyebaran hoaks kerap memperburuk situasi di lapangan dan menghambat proses pemulihan.
BNPB menegaskan bahwa kesiapsiagaan bencana bukan hanya serangkaian prosedur, tetapi keharusan yang harus dibangun secara kolektif. Pemerintah pusat, daerah, hingga komunitas warga memiliki peran masing-masing dalam memperkuat ketahanan nasional menghadapi bencana yang frekuensinya terus meningkat akibat perubahan iklim.
BMKG, BNPB, dan PVMBG menjadi tiga institusi utama yang menyediakan informasi resmi untuk peringatan dini cuaca, gempa, tsunami, serta aktivitas gunung api. Masyarakat diminta menjadikan lembaga-lembaga ini sebagai rujukan utama dalam setiap situasi darurat. (AUNI)
What's Your Reaction?
Like
0
Dislike
0
Love
0
Funny
0
Angry
0
Sad
0
Wow
0